Sejarah PMII

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan salah satu elemen mahasiswa yang terus bercita-cita mewujudkan Indonesia ke depan menjadi lebih baik. Lahirnya PMII tentu tidak berjalan mulus, banyak sekali hambatan dan rintangan. Hasrat mendirikan organisasi NU sudah lama bergolak, namun pihak NU belum memberikan green light.

Islam Dalam Masyarakat yang Berkebudayaaan

Agama dan budaya merupakan dua unsur penting dalam masyarakat yang saling mempengaruhi. Ketika ajaran agama masuk dalam sebuah komunitas yang berbudaya.

Makna Lambang PMII

Makna Lambang PMII dan Makna Bendera PMII

Islam Agama Rahmatan Lil 'alamin

Agama Islam yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW diperuntukkan bagi seluruh umat manusia pada umumnya. Oleh sebab itu, Islam dikenal sebagai agama yang bersifat universal. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam Al Qur’an : “Wamaa arsalnaka illa rohmatan lil ‘alamin” Yang artinya :” Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (Q.S. Al Anbiya’ : 107).

Kisah Mahbub Junaidi

Mahbub Junaidi namanya “Pendekar Pena” panggilannya. Sosok kelahiran 27 juli 1939.

Minggu, 30 Desember 2012

Membandingkan Kepemimpinan



Oleh : KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur )
Raymond White menuliskan sekitar 40 tahun yang lalu, bahwa ada perbedaan antara kepemimpinan (leadership) Richard Nixon dengan John F. Kennedy. White menggambarkan kepemimpinan model Nixon itu sebagai kepemimpinan kepala kelasi (boatswain). Ia memimpin para kelasi di ruangan bawah untuk menimba air yang masuk akibat badai dan membuangnya ke laut. Sepanjang waktu badai berlangsung ia harus siaga memimpin para kelasi untuk menjaga agar kapal mereka tidak sarat dengan air yang dibawa badai itu. Kalau ia lupa sekitar 15 menit saja, kapal yang ditumpanginya akan tengelam. Artinya, ia harus menjaga, dengan kepemimpinannya itu agar keselamatan kapal laut mereka tidak tenggelam dalam perjalanan. Kepemimpinan seperti ini sangat diperlukan dalam berbagai bidang.
Tentu saja model kepemimpinan seperti Nixon itu berbeda dari kepemimpinan Kennedy. Kalau White menamai kepemimpinan Nixon sebagai kepemimpinan yang sibuk dengan hal-hal teknis, maka kepemimpinan Kennedy justru sebaliknya. Hal itu digambarkan White sebagai kepemimpinan nahkoda kapal di anjungan kemudi. Seorang nahkoda melihat laut luas di hadapan matanya. Ketika cuaca menjadi gelap, angin mulai bertiup kencang dan hujan mulai turun, sang nakhoda akan memerintahkan sauh dibuang ke laut untuk menahan agar supaya kapal tetap berada di tempat dan layar mulai digulung agar kapal laut itu tidak dibawa angin kemana-mana. Sang nahkoda sendiri kembali ke kabinnya dan tidur di sana. Nanti, setelah ia bangun dari tidur, cuaca sudah baik, badai sudah berlalu dan angin sepoi-sepoi saja yang terasa, maka ia pun memerintahkan sauh diangkat dari laut, dan layar dikembangkan kembali. Kepemimpinan seperti ini tidak terlalu terpaku oleh rincian-rincian, melainkan lebih memperhatikan ke arah mana kapal laut harus diarahkan.
Contoh lain yang dapat dikemukakan di sini, terjadi ketika penulis masih menjadi santri di Pondok Pesantren Tambak Beras, Kabupaten Jombang. Tiap Jum’at dan Selasa siang, sehabis dzuhur atau sekitar jam 1 siang hingga jam 4 sore penulis mengaji kepada kakeknya dari Ibu, KH. M. Bisri Syansuri di Denanyar, Kabupaten Jombang. Pada suatu ketika seorang pemimpin lokal Nahdlatul Ulama (NU) menunggu dengan sabar hingga acara penulis mengaji selesai di waktu Ashar itu. Ia lalu mengatakan kepada Kyai Bisri, bahwa ia mempunyai delapan orang anak dan berniat berqurban bagi mereka. Namun uangnya hanya cukup untuk membeli seekor lembu. Padahal sesuai dengan ketentuan fiqh/ hukum Islam, binatang itu hanya dapat dijadikan qurban bagi tujuh orang anaknya.
Kyai Bisri menyatakan kepadanya, bahwa ia harus memilih antara dua hal: menunda qurban hingga tahun depan atau berqurban tahun ini hanya untuk tujuh orang anak. Orang itu pun dengan mata kuyu dan muka sangat sedih segera meninggalkan tempat itu. Kyai Bisri meminta kepada penulis artikel ini, untuk membonceng di atas sepeda orang tersebut mengantarkan ke rumah ipar Kyai Bisri yaitu Kyai A. Wahab Chasbullah, Ra’is ’Aam atau orang pertama NU. Penulis membonceng orang itu di atas sepedanya ke Tambak Beras, empat kilometer jauhnya. Di sana penulis menyatakan kepada Kyai Wahab, bahwa orang itu disuruh Kyai Bisri untuk bertemu dengan sang ipar. Orang itu lalu menyampaikan kepada Kyai Wahab seperti apa yang dikemukakannya kepada Kyai Bisri.
Kyai Wahab lalu menanyakan, apakah ia punya uang untuk membeli seekor lembu dan seekor kambing? Orang itu menyatakan, bahwa ia mempunyai uang sejumlah itu. Kata Kyai Wahab, lembu itu dapat dijadikan qurban untuk tujuh orang anak. Adapun kambing digunakan sebagai binatang ancik-ancik (alat untuk mencapai sesuatu yang tinggi) bagi anak ke delapan. Orang itu lalu sangat gembira dengan “pemecahan” seperti itu. Ia keluar dari rumah Kyai Wahab dengan senyum gembira. Kyai Wahab telah memperlihatkan kepemimpinannya pada saat itu. Berkat kepemimpinan itu, ia membuat sang pengurus lokal NU itu sangat bergembira dan tentunya merasa berhutang budi pada Kyai Wahab seumur hidupnya.
Sudah tentu kepemimpinan seperti itu, memiliki dimensinya masing-masing. Hal ini terlihat ketika Bung Karno merencanakan pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Kyai Wahab menerima gagasan itu, karena NU adalah satu-satunya kekuatan politik formal gerakan Islam yang masih ‘bertahan’ dalam dunia politik. Kalau gagasan itu ditolak, maka dalam DPR-GR yang akan dibentuk itu, tentu tak ada wakil gerakan Islam. Karena itu ia menerima gagasan tersebut. Ini bertentangan dengan iparnya sendiri, Kyai Bisri yang menjadi Wakil Ra’is ‘Aam atau orang kedua dalam NU. Menurutnya, DPR yang dibubarkan Soekarno adalah hasil pemilu tahun 1955. Kalau itu dibubarkan maka sebagai gantinya, lembaga perwakilan rakyat tersebut haruslah hasil sebuah pemilu. Kyai Bisri dan Kyai Wahab bersikukuh dengan pendapatnya masing-masing, sehingga berbulan-bulan lamanya tidak ada keputusan tentang hal itu. Baru kemudian Kyai Wahab menyatakan secara formal bahwa ia menerima gagsan tersebut, sedangkan Kyai Bisri tetap menolak gagasan itu. Hingga berakhirnya Demokrasi Terpimpin dua orang itu menunjukkan kepemimpinan yang saling berlawanan, bukan?
Sindo, Jakarta, 20 Febuari 2008

Jumat, 21 Desember 2012

Survei: 95 Persen Orang Indonesia Akrab Dengan Ibu

22 Desember 2012
Sebanyak 95 persen orang Indonesia menyatakan tetap akrab dengan ibunya, mereka masih tinggal bersama ibu karena memegang peranan penting dalam kehidupan sehai-hari dan juga dianggap sebagai teman akrabnya. Peran ibu sebagai seseorang yang melahirkan, membesarkan, dan mendidik anak, sehingga ibu dalam adat ketimuran memegang peranan yang sangat besar, kata Managing Director Ipsos Iwan Murty dalam keteranganya persnya Indonesia, berkaitan dengan perayaan Hari Ibu tanggal 22 Desember di Jakarta, Kamis.

Sebuah perusahaan riset pasar, Ipsos, mengumumkan hasil survei Asiabus November 2012 terhadap 1.044 orang Indonesia usia 15-64 di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan tentang bagaimana sosok seorang Ibu di mata anak-anak Indonesia.  Iwan Murty mengatakan, ibu merupakan sosok yang tidak pernah lepas dari kehidupan manusia.  Ibu mempunyai makna yang berbeda pada setiap orang, seperti ibu sebagai teman akrab, ibu sebagai kepala keluarga ataupun ibu sebagai penasehat, katanya.
“Karena itu, kami dapat mengukur sejauh mana peringatan Hari Ibu melekat dalam keseharian kehidupan antara ibu dan anak di Indonesia,” tambahnya.

Menurut dia, berdasarkana survei ini diketahui sebesar 50 persen orang Indonesia saat ini masih tinggal bersama ibu, dimana responden laki-laki sebanyak 54 persen menyatakan masih tinggal bersama Ibu sedangkan perempuan sekitar 46 persen.

Orang Indonesia merasa akrab dengan ibu, lebih dari 95 persen menyatakan akrab dengan ibunya, tegasnya.
Meski demikian, lanjut dia sebanyak 68 persen orang Indonesia mengetahui tentang Hari Ibu, sekitar 78 persen di antaranya dapat menyebutkan dengan benar hari Ibu yaitu 22 Desember namun hanya 27 persen responden yang merayakannya.  Dari 27 persen itu, orang Indonesia yang merayakan Hari Ibu, sebagian besar atau sebanyak 83 persen hanya mengucapkan selamat Hari Ibu, kemudian 28 persen memberikan ciuman serta pelukan sayang, 23 persen memberikan hadiah berupa bunga, dan sisanya merayakan Hari Ibu dengan memasak untuk ibu, pergi makan bersama ibu, mengerjakan pekerjaan rumah sehingga ibu bisa mempunyai waktu untuk dirinya sendiri atau hanya sekedar jalan-jalan bersama ibu, ujarnya.

Ditanya mengenai sosok ibu, menurut dia, sebagai tempat yang tepat untuk berbagi, baik menampung rahasia maupun meminta nasehat, sebanyak 76 persen orang Indonesia menyatakan bahwa mereka menceritakan rahasia dengan ibunya.

Responden laki-laki yang menyatakan berbagi rahasia dengan ibunya sebesar 70 persen dan responden perempuan sebesar 83 persen. Semakin bertambahnya usia semakin jarang berbagi rahasia kepada ibu, meskipun demikian, persentase-nya tetap tinggi. Jika melihat, kelompok usia 15-24 tahun yang paling banyak menceritakan rahasianya sebesar 79 persen, disusul dengan kelompok usia 25-39 tahun, 76 persen, kelompok usia 40-54 tahun, 73 persen dan kelompok 55-64 tahun, 72 persen.

Sumber : www.mahasiswa.com

Selasa, 18 Desember 2012

Kader PMII Harus Sukses Multi Karir

Effendy Choirie (Sekjend IKA PMII)
BANDARLAMPUNG – Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) harus menularkan virus energi positif, mendorong dan memberi inspirasi. Disisi lain, juga diharapkan mampu masuk dan menguasai semua sektor, baik itu birokrasi, akademisi, maupun politik praktis. Kendati demikian, mendorong jiwa entrepreneurship kader juga harus menjadi prioritas, sehingga bisa menjadi bekal untuk dapat menciptakan lapangan kerja.

Sekretaris Jendral Pengurus Besar (PB) Ikatan Alumni (IKA) PMII Dr Efendi Choiri mengatakan secara alamiah kader PMII harus memiliki sayap dimana-mana. Pasalnya, PMII merupakan sumber daya manusia (SDM) warga Nahdiyin yang bukan hanya terjun, tapi juga kader yang menjadi instrument Negara.

“Kita mengakui saat ini banyak kader PMII yang menduduki posisi-posisi strategis di birokrasi, ada juga yang jadi akademisi, demikian juga di ranah politik praktis. Tapi sedikit sekali yang menjadi pengusaha,” ungkap Gus Cho’i (sapaan akrap Efendi Choiri) saat menggelar silaturahmi dengan seluruh pengurus IKA, Pengurus Cabang (PC), dan Pengurus Koordinator Cabang (PKC) PMII Lampung di Kampung Bambu, Senin malam (17/12).

Untuk itu, lanjutnya, IKA PMII merupakan lokomotif yang berkewajiban mendorong setiap kader, sehingga PMII ada dimana-mana. “Kader PMII jangan menyesal kendati belum jadi apa-apa. Berdasarkan data dari intelligent, 92 persen warga Lampung muslim. Sebanyak 52 persennya warga Nahdlatul Ulama (NU). Ini menjadi peluang untuk kita semua. Karena itu dalam konteks kepemimpinan sangat strategis,” jelas anggota Komisi I DPR RI ini diamini Ketua IKA PMII Lampung Noverisman Subing.

Untuk ulama, kata Gus Cho’I, NU masih terbesar, yang masih kosong adalah pengusaha. Dari sekian banyak kader PMII, menurutnya harus ada yang menjadi pengusaha. “Kalau suatu saat pola pikir pragmatis masyarakat ini tidak tertolong, para pengusaha ini lah yang nantinya bisa menyokong kader PMII yang layak untuk dijadikan pemimpin,” harapnya.
Mantan wartawan ini menuturkan PMII merupakan organisasi yang lahir dari rahim NU dan merupakan bagian dari civil society. Harus ada instrument mahasiswa di kampus yang berpikir independen, terus menerus disesuaikan keadaan, bersifat demokratis, terus menerus tidak permanen. “Dalam konteks ini, jangan takut adanya perbedaan, karena itu merupakan proses pematangan jiwa,” terangnya.

Lebih jauh ia mengingatkan bila Nabi Muhammad 27 tahun sebelum menjadi Rasulullah merupakan seorang pedagang. “Ini menunjukan bila berwirausaha merupakan salah satu langkah positif untuk menjadi sukses,” kata dia.

Meski begitu, harus didukung pula dengan kader yang bergerak di ranah politik. Karena terjun kepolitik merupakan jalan pintas untuk memiliki sesuatu, jalan pintas untuk memberi sesuatu, dan jalan pintas untuk memobilisasi kader menjadi sesuatu.

Untuk itu, perlu diciptakan suatu forum yang rutin membicarakan tentang entrepreneurship dan harus segera dimulai. “Untuk kurikulum pergerakan juga harus dimasukan materi kewirausahaan ini,” pungkasnya.

Menanggapi hal itu, salah satu pengurus IKA PMII Ari Munawar mengatakan bila wacana kewirausahaan sudah dibahas sejak tahun 1990. Sayangnya, wacana ini menjadi pemikiran yang belum disahuti. “Hari ini materi pembelajaran PMII masih berkutat pada silabus yang lama. Untuk itu, harus ada penambahan dalam silabus yang disesuaikan dengan era dan zaman. Sehingga produk-produk PMII bisa menjadi kader yang mumpuni dan benar-benar unggul disegala sektor,” tanggapnya.

Demikian juga diungkapkan Ketua GP Ansor Lampung Khaidir. Menurutnya saat ini banyak laboratorium politik yang dijadikan pembelajaran informal kader PMII. “Tidak dapat disalahkan juga karena banyak kader belajarnya pada politisi, sehingga doktrin yang masuk politik. Saya kira perlu ada terobosan. IKA PMII ini merupakan wadah akumulasi modal kader yang bias menjadi stimulan alumni yang ingin mendarmabaktikan ilmunya,” kata dia.
Pada kesempatan yang sama, salah satu anggota KPU Provinsi Lampung Solihin membagi tiga kunci sukses kepada kader PMII. Menurutnya, kunci sukses yang pertama adalah kemampuan intelektual, kedua ilmu pergaulan, dan ketiga ilmu kemasyarakatan. “Ketiga itu harus seiring sejalan. Percuma saja ilmu kita tinggi tapi dalam bermasyarakat tidak bias,” tuntasnya.
sumber : Lampoeng NewsPaper