Sejarah PMII

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan salah satu elemen mahasiswa yang terus bercita-cita mewujudkan Indonesia ke depan menjadi lebih baik. Lahirnya PMII tentu tidak berjalan mulus, banyak sekali hambatan dan rintangan. Hasrat mendirikan organisasi NU sudah lama bergolak, namun pihak NU belum memberikan green light.

Islam Dalam Masyarakat yang Berkebudayaaan

Agama dan budaya merupakan dua unsur penting dalam masyarakat yang saling mempengaruhi. Ketika ajaran agama masuk dalam sebuah komunitas yang berbudaya.

Makna Lambang PMII

Makna Lambang PMII dan Makna Bendera PMII

Islam Agama Rahmatan Lil 'alamin

Agama Islam yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW diperuntukkan bagi seluruh umat manusia pada umumnya. Oleh sebab itu, Islam dikenal sebagai agama yang bersifat universal. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam Al Qur’an : “Wamaa arsalnaka illa rohmatan lil ‘alamin” Yang artinya :” Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (Q.S. Al Anbiya’ : 107).

Kisah Mahbub Junaidi

Mahbub Junaidi namanya “Pendekar Pena” panggilannya. Sosok kelahiran 27 juli 1939.

Senin, 20 Mei 2013

Reformasi vs Alih Kekuasaan

Mutakin
Ketua Umum PC PMII Bandar Lampung


Indonesia merupakan salah satu negara yang memperihatkan gerakan mahasiswa memiliki peran penting bagi perubahan politik di samping Venezuela, kuba, China, dan Vietnam (Habermas, 1971). Gerakan mahasiswa dari tahun 1966 sampai1998, hanya dua gerakan yang dinilai berhasil menumbangkan rezim pemerintahan,  yakni pada tahu 1966 dan 1998 dengan sejumlah perbedaan. Kondisi masyarakat pada tahun 1966 terpecah secara diametral. Sedangkan gerakan mahasiswa tahun 1998, tidak didasari pandangan ideologis sehingga tidak terjadi polarisasi yag ekstrem. Gerakan 1998 lebih bersifat pragmatis dan tidak memiliki paradigma gerakan yang sama kecuali meginginkan menjatuhkan Soeharto dan Orde Baru sebagai rezim yang dinilai refresif.

Mahasiswa sabagai agen perubahan sosial memiliki kesempatan mengaktuaklisasikan diri melalui kegiatan politik seperti demonstrasi, deklarasi, dan mendatangi tempat-tempat yang disimbolisasikan sebagai pusat-pusat kekuasaan. Namun peran ini umumnya sangat terbatas. Bahkan peran ini dapat di ambil alih oleh elite politik yang memang memiliki resources untuk melakukan penetrasi perubahan. Sementara mahasiswa, hanya demonstrasi di jaan-jalan, mendatangi lembaga-lembaga yang memang mensimbolisasikan kekuasaan dan kepentingan tertentu. Setelah itu mereka dipaksa keluar dari tempat yang mereka datangi atau yang telah mereka duduki.  Walaupun tampaknya mereka puas dengan apa yang mereka capai karena memberikan tekanan terhadap pemerintah yang mereka nilai diktator, secara keseluruhan mereka terhenti disitu.

Tekanan-tekanan yang muncul dari demonstrasi mahasiswa terjadi dimana-mana. Seringkali aksi ini berkhir ricuh dengan aparat keamanan karena mahasiswa memaksakan diri turun ke jalan. Sementara perspektif aparat keamanan, bahwa setiap aksi demonstrasi turun ke jalan, dapat menimbulkan gangguan ketertiban dan keamanan dan berpotensi menimbulkan kerusuhan dan dimanfaatkan fihak ketiga. Jalinan kejadian dan pristiwa satu dengan pristiwa yang lain membawa situasi krisis yang sangat kompleks.

Gerakan mahasiswa merupakan fron terdepan yang mambawa masuk kepentingan-kepentingan lain. Termasuk menyeret kelompok kriminal dan penjarah (Ibrahim, 2006).  Arendt (1972) mengatakan bahwa, ketika ada struktur kekuasaan yang bertentangan dengan perkembangan ekonomi, akan ada kekuatan politik yang dengan hal itu, kerusahan muncul. Artinya, selalu terdapat skenario untuk menciptakan kerusuhan sebagai manifestasi perlawanan terhadap struktur kekuasaan dengan cara mendiskreditkan rezim melalui tindakan anarkis, kriminal, dan penjarahan.  Dalam praktik-praktik kerusuhan, retorika dan kekerasan sebagai teknik untuk menjungkirbalikkan kekuasaan sekaligus.

Proses demokratisasi dapat dipicu oleh sejumlah faktor. Faktor ekonomi tidak dapat dan tidakcukup memadai untuk menjelaskan proses tersebut secara utuh. Namun, memang harus diakui bahwa stagnasi dan kemerosotan di bidang ekonomi, menimbulkan krisis mutidimensi.

Sebagai drama perjuangan, keruntuhan pemerintahan otoriter yang berlangsung secara damai, memuncukan euforia kemenangan. Kegembiraan yang luar biasa tampak secara ekspresif karena mereka telah merasa menang dalam perjuangan yang panjang dan luar biasa. Bersamaan dengan itu, kejatuhan pemerintahan otoriter membawa konsekuensi bagi aktor-aktor lama yang berkuasa dihadapkan pada proses pengadilan. Penggugatan terhadap harta kekayaan dan mempermasalahkan sejumlah yayasan yang pernah dikelola.

Burke (1969) mengatakan bahwa, aktor-aktor dipersatukan oleh hasrat yang besar untuk menjatuhkan rezim atau pemimpin rezim tersebut. Namun setelah terwujud, timbul perselisihan diantara mereka mengenai distribusi kekuasaan dan sifat rezim baru yang akan diwujudkan. Memang awalnya gerakan ini dapat mamaksa Presiden Soeharto berhenti dari jabatannya, menghentikan komposisi dan kinerja kabinet pembangunan VII. Namun pada perkembangan berikutnya, banyak aktor lama masih berperan dengan aktor-aktor pembaru di dalam perubahan tersebut. Penyebab jatuhnya pemerintahan otoriter tidak sama dan bahkan bebeda sama sekali dengan faktor pencipta demokratisasi.

Pada tingkatan paling sederhana, demokratisasi mensyaratkan tiga hal, yakni berakhirnya sistem otoriter, dibangunnya pemerintahan demokratis dan pengkonsolidasian sistem demokrasi (Huntington, 1995).  Namun sesungguhnya di dalam proses itu selalu terdapat tautologi. Ketika aktor-aktor politik menggulingkan pemerintahan otoriter, ada pertanyaan bagi mereka : mengapa mereka melakukan penggulingan? Jawabannya karena mereka mempunyai kepentingan, nilai, dan tujuan. Mereka menggulingkan pemerintah otoriter, karena mereka bertindak, didorong padda persepsi tentang kepentingan, nilai dan tujuan mereka. Ini berarti demokrasi dapat diciptakan, sekalipun rakyat tidak menghendakinya.

Bagaimanapun penciptaan demokrasi mensyaratkan pada level elite, untuk mencapai sebuah konsensus prosedural mengenai aturan main. Pada tahap ini, para aktor reformasi gagal mengartikulasikan ketika mereka berhadapan dengan kekuatan lama atau tidak dapat menyatukan perbedaan kepentingan diantara mereka sendiri sehingga konsensus dan aturan main itu dilakukan secara tentatif dengan cara pasang cabut serta carut marut (Suparno B.A, 2012).

Sehingga gerakan penjatuhan Soeharto dan rezim Orde Baru, penulis menilai belum bisa menciptakan reformasi yang sesungguhnya, bahkan gerakan itu lebih kental dengan alih kekuasaan kepada aktor oposisi, karena perbaikan di lini sektor terlebih perbaikan ekonomi rakyat yang menjadi cita-cita reformasi belum dirasakan oleh seluruh rakyat.

Senin, 06 Mei 2013

PMII Unila Gelar Festival Anak Sholeh Indonesia (FANS Indonesia)

Bandarlampung, (5/5). Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia(PMII) Komisariat Universitas Lampung menggelar acara Festival Anak Sholeh Indonesia (FANS Indonesia) dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional. Acara yang diikuti oleh santri-santri TPA/TKA se-Kota Bandarlampung ini mengambil tema “Bersama PMII, kita Tingkatkan Kreativitas dan Skill Generasi Penerus Bangsa”. Acara yang digelar di Masjid Islamic Centre Bandarlampung ini merupakan rangkaian acara peringatan Harlah PMII ke-53 serta peringatan Hardiknas. Siswa/i dan satriwan/wati terlihat sangat antusias dalam mengikuti festival ini yang memperlombakan mewarnai, menggambar, kaligrafi, dan adzan.

Minggu, 13 Januari 2013

SOLUSI UNTUK KEMISKINAN DI INDONESIA

Oleh : Faridh Al-Muhayat Uhib H, S.Hut - Ketua Komisariat PMII Universitas Lampung 2007-2008

"Dari sabang sampai merauke berjajar pulau-pulau, sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia”, petikan lagu tersebut tidak asing ditelinga kita. Bukti bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan kaya akan sumberdaya alam. Dari pulau yang satu kepualu yang lain memiliki potensi yang sangat banyak, namun mengapa cengkraman penjajah masih terus berlangsung di negeri kita ini? Kenaikan harga minyak dunia menjadi alasan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak, sehingga subsidi minyak dari pemerintah dihilangkan. Akan tetapi jika subsidi minyak dihilangkan kenapa pemerintah mengeluarkan bantuan langsung tunai (BLT)?

Perusahaan Negara (BUMN) dan perusahaan swasta (BUMS) berlomba-lomba untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, mulai dari tambang minyak bumi, hingga tambang batu-batuan yang nilainya trilyunan rupiah. Namun seberapa besar kesejahteraan masyarakat terjamin dengan adanya aktivitas pertambangan tersebut? Sampai saat ini pemerintah tidak berdaya untuk melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan yang dapat menjamin kelangsungan hidup orang banyak, justeru yang terjadi sebaliknya yaitu berbondong-bondong menjual (BBM) aset Negara.

Peta perekonomian dunia semakin terbaca dengan adanya spekulasi seperti yang saat ini dimainkan oleh para “oknum” di Indonesia yaitu dengan menaikkan harga bahan bakar minyak, sehingga rakyat menjerit sedangkan kesenjangan terus terjadi dimasyarakat. Apakah ini bagian dari konspirasi dunia yang mengharuskan pemerintah untuk menswastanisasi asset-aset Negara sehingga mudah untuk digoyahkan ketika masyarakat sangat bergantung dengan produk-produk yang berkaitan dengan kebutuhan hidup sehari-hari. Sepertinya para pemimpin bangsa ini gagal untuk mengemban pesan Presiden Sukarno yang beliau katakan adalah “Aku titipkan bangsa dan negara ini jika engkau sanggup menjaganya”. Jika penjajahan “gaya baru” ini terus menerus dibiarkan, bagaimana nasib anak cucu kita nanti? Apa yang harus kita perbuat?

Indonesia Bukan Negara Miskin

Seharusnya pemimpin kita mensyukuri atas nikmat yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada mereka yang diberi kepercayaan untuk memimpin rakyat Indonesia agar dapat mengantarkan kedalam pelaksanaan nilai-nilai Pancasila. Bukan sebagai tempat untuk menumpuk harta kekayaan yang penuh manipulasi atas nama rakyat. Indonesia bukan negara miskin, maka jangan sampai menganggap miskin rakyat kita sendiri sedangkan para pemimpin di Indonesia hidup dengan glamour dan penuh dengan kemewahan. Apakah ini bentuk keadilan sosial? Kemiskinan tercipta karena adanya sistem yang mengundang “berhala” dalam kemiskinan itu sendiri seperti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Jika berhala tersebut dibiarkan maka semakin kuat dan susah untuk dikalahkan.

Kekayaan/aset negara haruslah dimanfaatkan untuk megentaskan kemiskinan disekitar kita itulah kenapa pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 harus tetap ada, namun saat ini hasil amandemen sudah banyak dicampurtangani oleh kepentingan pemodal. Jika undang-undang sudah dibuat untuk memberikan peluang bagi para pemodal, apakah hal tersebut bukan bagian dari feodalisme? Jika bukan mengapa kemiskinan dibiarkan saja? Inilah bentuk kekufuran kita dalam hidup berbangsa dan bernegara kepada Tuhan Yang Maha Memberi. Cukupkah dengan Corporate Sosial Responcibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan yang terus menerus mengeruk kekayaan sumberdaya alam bangsa Indonesia yang terbukti sampai saat ini banyak meninggalkan masalah seperti permasalahan kerusakan lingkungan, konflik perebutan lahan, kesenjangan sosial, sedangkan disisi lain pemerintah terus membuat sistem feodal gaya baru.

Solusi dengan Prinsip Islam

Islam sebagai agama yang rahmatan lil’alamin (rahmat bagi seluruh alam) menjawab permasalahan disaat pemberitaan gencar tentang beberapa studi perbandingan Komisi VIII DPR RI dalam rangka penyusunan RUU Kemiskinan. Jawaban atas pemberantasan Kemiskinan tidaklah cukup dengan membaut undang-undang, namun bagaimana masyarakat diperkuat dengan keimanan yang lebih baik. Itulah pemimpin sejati yang bukan hanay membangun secara fisik gedung-gedung dan fasilitas mewah lainnya namun bagaimana memberikan solusi nyata dimasyarakat. Contoh-contoh para pemimpin yang baik yaitu Nabi Muhammad SAW. Beliau mendapatkan julukan Sidiq, Amanah, Fatonah karena kecerdasannya, kejujurannya, dan tanggung jawabnya sehingga banyak sebutan dan gelar untuk beliu. Namun sedikit sekali orang mencontoh beliau karena dipandang sebelah mata. Pengaruh beliaulah yang terus memancar menerangi hati para umatnya, yang berpegang teguh pada Al-Qur’an Kemiskinan haruslah diberantas ditengah-tengah hegemoni kepentingan global, Indonesia harus berdiri diatas kaki sendiri (Berdikari) dengan Pertama, Rajin Bekerja seperti yang diterangkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Mulk Ayat 15 yang artinya “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezki-Nya.” Kedua, Yang Kuat membantu yang lemah, diawali dari lingkup keluarga seperti dalam Surat Al-Anfal Ayat 75 yang artinya “Dan anggota keluarga, sebagaimana lebih berhak terhadap anggota keluarga yang lain, menurut Kitab Allah.” Ketiga, zakat, infaq, sedekah, dan wakaf. Hal tersebut seperti perintah Allah SWT dalam Surat Al-Hajj Ayat 41 yang artinya “Dan sesungguhnya Allah akan menolong siapa yang menolong (Agama-Nya) karena sesungguhnya Allah itu Maha kuat, Maha teguh. Yaitu, mereka yang sekiranya Kami beri kedudukan yang teguh di bumi ini, mereka mau mendirikan shalat dan menunaikan zakat…..”. Selain itu perintah Allah terdapat dalam Alqur’an surat Al-Baqarah ayat 261 yang artinya “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir; seratus biji Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. Keempat, musaadah yaitu memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami musibah. Kelima, Jiwar yaitu bantuan yang diberikan berkaitan dengan urusan bertetangga. Keenam, Memberdayakan sumber daya manusia yang menganggur. Ketujuh, Pengaturan kebijaksanaan fiskal dalam Islam tidak dikenal adanya konflik antara materi dan jiwa, dan tidak ada pemisahan antara ekonomi dan negara, kebijaksanaan fiskal merupakan salah satu perangkat untuk mencapai tujuan syariah yang dijelaskan Imam al-Ghazali termasuk meningkatkan kesejahteraan dengan tetap menjaga keimanan, kehidupan, intelektualitas, kekayaan dan kepemilikan.

Solusi tersebut menjadi penawaran atas kondisi saat ini jika aset-aset Negara banyak yang diperjualbelikan dengan mudah sehingga sektor-sektor perekonomian yang merupakan urat nadi bangsa Indonesia menjadi lemah kemudian rakyat dibuat semakin menderita.(*)

HUTAN KEKUATAN BANGSA INDONESIA

Menguak Misteri Sumber Daya Hutan untuk Menjawab Tantangan Masa Depan Bangsa Indonesia Oleh : Faridh Al-Muhayat Uhib H, S.Hut -Ketua Komisariat PMII Universitas Lampung 2008-2009) Indonesia yang kaya akan sumber daya alam khususnya hutan telah terbukti memberikan hasil kepada Negara Indonesia baik dalam berupa materiil maupun immaterial. Berapapun besarnya nilai dari hutan tidak dapat di hitung dengan angka-angka, walaupun saat ini telah banyak upaya untuk penghitungan besaran dari hutan atau high conservation value forest (HCVF). Karena hutan bagian dari alam semesta ciptaan Tuhan Yang Maha Esa perlu disyukuri dengan memanfatkannya secara bijak dan arif agar sumber daya hutan dapat menghasilkan manfaat yang lebih besar dikemudian hari. Jangan sampai bangsa kita menjadi bangsa yang kufur akan nikmat dari Tuhan YME karena melimpahnya kekayaan hutan yang bagaikan emas hijau terdampar dari sabang samapai merauke sehingga kita sebagai rakyat yang berdaulat atas negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) ini tidak dapat lagi menikmati hasil dari hutan dan tinggal cerita belaka. Kerusakan hutan yang meliputi kerusakan ekosistem, hidroorologi, ekologi, tatanan sosial budaya masyarakat lokal merupakan salah satu dampak dari ketidak benaran kita dalam mengelola hutan. Jika kita mengelola secara benar adakah kerusakan akan terjadi? Tentu saja ada tetapi dapat diminimalisir secara objektif dan transparatif, sesuai dengan sistem pengelolaannya. Maka dampak kerusakan tersebut berakibat pada sebuah sistem tatanan negara Indonesia yaitu tidak sehatnya bangsa Indonesia baik secara mental, spiritual, jasmani maupun rohani. Sakit secara mental dapat diartikan sebagai dampak dari kerakusan manusia dalam mengambil sumber daya hutan secara berlebihan sehingga tidak akan puas akan hasil yang telah ia dapat. Manusia-manusia seperti ini jika dibiarkan maka akan menimbulkan manusia-manusia baru lagi, baik yang sama maupun yang berbeda. Manusia-manusia tersebut hidup di NKRI dan akan berinteraksi dengan manusia lain, sudah barang tentu akan menjadi candu bagi manusia lainnya yang ketika mentalitas dari manusia tersebut tidak segera ditangani. Karena mental bangsa kita ditentukan oleh mental-mental penduduknya. Secara spiritual, dampak dari rusaknya hutan yaitu kedekatan dari batiniah kepada Sang Pencipta, sesama manusia, dengan alam akan berpengaruh. Kita lihat bagaimana negara-negara maju yang kondisi alamnya sudah tidak bagus lagi. Mereka sangat sedikit memiliki lahan lagi untuk tempat tumbuh pohon, seperti di Jepang, Cina, Korea. Mereka tidak sadar bahwa sebenarnya batiniah mereka terhadap Tuhan telah terputus. Bagaimana batiniah dengan Tuhan dapat terputus? Kita mengikuti sebuah pola logika yang memang hutan sebagai salah satu penyambung batiniah dengan Tuhan. Ketika kita di dalam hutan, dipinggir hutan dan di luar hutan kita rasakan hal yang berbeda. Ketika didalam hutan kita mengetahui banyak hal yang ada disekitar kita. Ketika kita di pinggir hutan kita mengetahui hutan hanya dari pinggirnya saja, apa yang kita ketuahui selain hanya pemandangan dari luar? Berbeda dengan suasana di luar hutan, kita tidak tahu sama sekali apa itu hutan dan isinya. Dari logika tersebut Tuhan memberikan kita aqlu atau akal kita untuk kembali berfikir sebenarnya apa yang terjadi dengan diri kita dan alam kita. Maka hutan merupakan salah satu pemicu kita untuk melihat kebesaran ciptaan-Nya dan kita wajib mensyukurinya. Hubungan batin manusia dengan alam, bagaimana manusia dapat menyatukan batinnya dengan alam ketika kita melihat hutan telah rusak. Dampaknya yaitu pembentukan karakter yang tidak sehat. Alam menjadi pertanyaan besar, sejauh mana kita menjadikan alam sebagai tempat kita untuk berinteraksi dan mengelolanya? Apakah kita tidak menyadari bahwa alam memberikan banyak manfaat secara langsung maupun tidak langsung, baik manfaat ekonomi, ekologi, sosial, budaya dan lain-lain tetapi yang kita perbuat justeru merusaknya dan menghabisinya sebagai salah satu pemuas hasrat kita. Pernahkah kita berfikir untuk merawatnya, menjaganya secara sungguh-sungguh. Karena kita tahu bahwa hutan sebagai penyehat dalam batin kita maka sudah seharusnya kita berbondong-bondong untuk menyelamatkannya dari kepunahan yang saat ini terjadi. Mengapa hutan dapat menyehatkan Negara kita? Kita ketahui salah satu sumbangan terbesar hutan adalah oksigen (O2). Oksigen dihasilkan dari pohon dan tumbuhan yang mampu mereduksi gas polutan. Mampukah manusia mereduksinya? Karena resep yang paling manjur untuk menguras polutan-polutan adalah dengan memperbanyak pohon yaitu dengan mengadakan hutan, baik dalam skala keci maupun besar di berbagai tempat baik di pedalaman maupun di perkotaan. Jika negara penuh dengan polutan akhirnya banyak peluang yang hilang baik peluang bisnis, peluang maju, peluah mandiri, peluang cerdas, peluang sukses, peluang dan peluang lainnya akan hilang satu persatu. Sebagai cotoh kecil saja, jika Negara kita memiliki hutan yang rusak dan akhirnya negara tidak sehat, apakah akan ada orang yang memikirkan untuk mandiri? untuk maju? untuk pesat bisnisnya? untuk cerdas? untuk sukses?. Rakyat akan sibuk sendiri untuk mendapatkan peluang bagi dirinya mendapatkan cara sehat tanpa memikirkan orang lain, orang akan pergi dari bisnis karena tidak sehat udaranya, orang akan bodoh karena terganggu dengan kondisi negara tidak sehat udaranya. Banyak gangguan yang muncul ketika negara kita tidak sehat, maka saat ini harus mengurangi penyebab tidak sehatnya Negara dengan melestarikan hutan Indonesia. Maka mari kita selamatkan hutan Indonesia yang masih tersisa ini demi keberlangsungan hidup anak cucu kita nanti agar bangsa Indonesia kedepan menjadi macan dunia yang menyejukkan kehidupan di muka bumi ini. (*)

Sabtu, 12 Januari 2013

Arti Lambang dan Bendera PMII


LAMBANG PMII
Pencipta lambang PMII : H. Said Budairi
Makna lambang PMII

1.1. Bentuk :
a. Perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa Islam terhadap berbagai tantangan dan pengaruh dari luar.
b. Bintang adalah perlambang ketinggian dan semangat cita-cita yang selalu memancar.
c. 5 (lima) bintang sebelah atas melambangkan Rasulullah dengan empat sahabat terkemuka (khulafaurrasyidin).
d. 4 (empat) bintang sebelah bawah menggambarkan empat mazhab yang berhadluan Ahlussunah Wal Jama’ah.
e. 9 (sembilan) bintang secara keseluruhan dapat berarti :
1. Rasulullah dengan empat orang sahabatnya serta empat orang imam mazhab itu laksana bintang yang selalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan yang tinggi dan penerang umat manusia.
2. Sembilan bintang juga menggambarkan sembilan orang pemuka penyebar agama islam di Indonesia yang disebut dengan Wali Songo

1.2. Warna:
a. Biru, sebagaimana tulisan PMII, berarti kedalaman ilmu pengetahuan yang harus dimiliki dan harus digali oleh warga pergerakan, biru juga menggambarkan lautan Indonesia dan merupakan kesatuan Wawasan Nusantara
b. Biru muda, sebagaimana dasar perisai sebelah bawah berarti ketinggian ilmu pengetahuan, budi pekerti dan taqwa.
c. Kuning, sebagaimana perisai sebelah atas berarti identitas mahasiswa yang menjadi sifat dasar pergerakan, lambang kebesaran dan semangat yang selalu menyala serta penuh harapan menyongsong masa depan
1.3. Penggunaan:
a. Lambang PMII digunakan pada papan nama, bendera, kop surat, stempel, badge, jaket, kartu anggota, dan benda atau tempat lain yang tujuannya untuk menunjukkan identitas organisasi.
b. Ukuran lambang PMII disesuaikan dengan wadah penggunaanya.

2. BENDERA PMII
a. Pencipta Bendera PMII : Shaimory
b. Ukuran Bendera PMII : Panjang dan lebar (4 : 3)
c. Wrana dasar bendera PMII : Kuning
d. Isi bendera PMII :
- Lambang PMII terletak di bagian tengah
- Tulisan PMII terletak di sebelah kiri lambang membujur ke bawah.
e. Penggunaan bendera PMII
- Digunakan pada upacara-upacara resmi organisasi baik intern maupun ekstern dan upacara nasional.

Sejarah, Tujuan, dan Makna PMII

A. Sejarah
 
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan salah satu elemen mahasiswa yang terus bercita-cita mewujudkan Indonesia ke depan menjadi lebih baik.  Lahirnya PMII tentu tidak berjalan mulus, banyak sekali hambatan dan rintangan. Hasrat mendirikan organisasi NU sudah lama bergolak, namun pihak NU belum memberikan green light. Belum menganggap perlu adanya organisasi tersendiri untuk mewadahi anak-anak NU yang belajar di perguruan tinggi. melihat fenomena yang ini, keinginan  intelektual-intelektual muda itu tak pernah kendur, bahkan semakin berkobar-kobar  dari kampus ke kampus. hal ini bisa dimengerti karena kondisi sosial politik pada dasawarsa 50-an memang sangat memungkinkan untuk lahirnya organisasi baru. Banyak organisasi Mahasiswa bermunculan dibawah naungan payung induknya.  Misalkan saja HMI yang dekat dengan Masyumi, SEMI dengan PSII, KMI dengan PERTI, IMM dengan Muhammadiyah dan Himmah yang bernaung dibawah Al-Washliyah.

Hal yang wajar jika intelektual-intelektual muda NU ingin mendirikan wadah tersendiri dan bernaung dibawah panji bintang sembilan, dan benar keinginan itu diwujudkan di Jakarta pada bulan Desember 1955, berdirilah Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU) yang dipelopori oleh Wa'il Harits Sugianto. Sedangkan di Surakarta berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal Ahmad. Namun keberadaan kedua organisasi mahasiswa tersebut tidak direstui bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan PBNU dengan alasan IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya yakni tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. IPNU punya kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU. Jadi keberatan NU bukan terletak pada prinsip berdirinya IMANU dan KMNU, tetapi lebih pada pertimbangan waktu, pembagian tugas dan efektifitas organisasi. Oleh karenanya, sampai pada konggres IPNU yang ke-2 (awal 1957 di pekalongan) dan ke-3 (akhir 1958 di Cirebon). NU belum memandang perlu adanya wadah tersendiri bagi mahasiswa NU. Namun kecenderungan ini sudah mulai diantisipasi dalam bentuk kelonggaran menambah Departemen Perguruan Tinggi dalam kestrukturan organisasi IPNU.

Disamping latar belakang lahirnya PMII seperti diatas, pada waktu itu intelektual muda NU yang ada di organisasi lain seperti HMI merasa tidak puas atas pola gerak HMI. Mahasiswa NU menganggap bahwa HMI sudah berpihak pada salah satu golongan yang kemudian ditengarai bahwa HMI adalah anderbow partai Masyumi, sehinggga mahasiswa NU di HMI juga mencari alternatif lain. Senada denga pendapat Deliar Nur (1987), beliau mengatakan bahwa PMII merupakan cermin ketidakpuasan sebagian mahasiswa muslim terhadap HMI, yang dianggap bahwa HMI dekat dengan golongan modernis (Muhammadiyah) dan dalam urusan politik lebih dekat dengan Masyumi.

Berdasarkan permasalahan di atas dapat ditarik benang merah atau pokok-pokok pikiran dari makna dari kelahiran PMII: 1) Bahwa PMII lahir karena ketidakmampuan Departemen Perguruan Tinggi IPNU dalam menampung aspirasi anak muda NU di Perguruan Tinggi. 2) PMII lahir dari rekayasa politik sekelompok mahasiswa muslim (NU) untuk mengembangkan kelembagaan politik menjadi underbow NU dalam upaya merealisasikan aspirasi politiknya. 3) PMII lahir dalam rangka mengembangkan paham Ahlussunah Waljama`ah dikalangan mahasiswa. 4) PMII lahir dari ketidakpuasan mahasiswa NU yang saat itu ada di HMI, karena HMI tidak lagi mempresentasikan paham mereka (Mahasiswa NU) dan nota bene HMI adalah underbouw MASYUMI. 5) Bahwa lahirnya PMII merupakan wujud kebebasan berpikir, artinya sebagai mahasiswa harus menyadari sikap menentukan kehendak sendiri atas dasar pilihan sikap dan idealisme yang dianutnya. Dengan demikian ide dasar pendirian PMII adalah murni dari intelektual-intelektual muda NU sendiri bahwa  harus bernaung dibawah panji NU itu bukan berarti sekedar pertimbangan praktis semata, misalnya karena kondisi pada saat itu yang memang nyaris menciptakan iklim dependensi sebagai suatu kemutlakan. Tetapi, keterikatan PMII kepada NU memang sudah terbentuk dan sengaja dibangun atas dasar kesamaan nilai, kultur, akidah, cita-cita dan bahkan pola berpikir, bertindak dan berperilaku.

Konferensi Besar IPNU (14-16 Maret 1960 di kaliurang), disepakati untuk mendirikan wadah tersendiri bagi mahsiswa NU, yang disambut dengan berkumpulnya tokoh-tokoh mahasiswa NU yang tergabung dalam IPNU, keputusan penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU. Mereka adalah:

1.      Khalid Mawardi (Jakarta)
2.      M. Said Budairy (Jakarta)
3.      M. Sobich Ubaid (Jakarta)
4.      Makmun Syukri (Bandung)
5.      Hilman (Bandung)
6.      Ismail Makki (Yogyakarta)
7.      Munsif Nakhrowi (Yogyakarta)
8.      Nuril Huda Suaidi (Surakarta)
9.      Laily Mansyur (Surakarta)
10.  Abd. Wahhab Jaelani (Semarang)
11.  Hizbulloh Huda (Surabaya)
12.  M. Kholid Narbuko (Malang)
13.  Ahmad Hussein (Makassar)

Kemudian dalam sebuah musyawarah selama tiga hari (14-16 April 1960) di Taman Pendidikan Putri Khadijah (Sekarang UNSURI) Surabaya. Dengan semangat membara, mereka membahas nama dan bentuk organisasi yang telah lama mereka idam-idamkan. Kemudian organisasi itu diberi nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Musyawarah juga menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga organisasi serta memilih dan menetapkan sahabat Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, M. Khalid Mawardi sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy sebagai sekretaris umum. Ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII. Adapun PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 masehi atau bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1379 Hijriyah.

Setelah berdirinya, PMII harus mengakui dengan tetap berpegang teguh pada sikap Dependensi timbul berbagai pertimbangan menguntungkan atau tidak dalam bersikap dan berperilaku untuk sebuah kebebasan menentukan nasib sendiri. Oleh karena itu haruslah diakui, bahwa peristiwa besar dalam sejarah PMII adalah ketika dipergunakannya istilah Independent dalam deklarasi Murnajati tanggal 14 Juli 1972 di Malang dalam MUBES III PMII, seolah telah terjadi pembelahan diri anak ragil NU dari induknya. Sejauh pertimbangan-pertimbangan yang terekam dalam dokumen historis, sikap independensi itu tidak lebih dari dari proses pendewasaan.

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai generasi muda bangsa yang ingin lebih eksis dimata masyarakat bangsanya. Ini terlihat jelas dari tiga butir pertimbangan yang melatar belakangi sikap independensi PMII tersebut. Pertama, PMII melihat pembangunan dan pembaharuan mutlak memerlukan insan-insan Indonesia yang berbudi luhur, taqwa kepada Allah SWT, berilmu dan cakap serta tanggung jawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat. Kedua, PMII selaku generasi muda indonesia sadar akan perannya untuk ikut serta bertanggungjawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati secar merata oleh seluruh rakyat. Ketiga, bahwa perjuangan PMII yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan idealisme sesuai deklarasi tawangmangu, menuntut berkembangnya sifat-sifat kreatif, keterbukaan dalam sikap, dan pembinaan rasa tanggungjawab. Berdasarkan pertimbangan itulah, PMII menyatakan diri sebagai organisasi Independent, tidak terikat baik sikap maupun tindakan kepada siapapun, dan hanya komitmen terhadap perjuangan organisasi dan cita-cita perjuangan nasional yang berlandaskan Pancasila.

A.     Tujuan PMII
PMII bertujuan untuk mendidik kader-kader bangsa dan membentuk pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, terampil, cerdas dan siap mengamalkan ilmu pengetahuannya dengan penuh tanggung jawab. PMII dalam sejarahnya merupakan pelopor, pembaharu dan pengemban amanat intelektual dalam meningkatkan harkat martabat bangsa Indonesia.

B.     Makna Filosofis PMII
Nama PMII disusun dari empat kata yaitu “Pergerakan”, “Mahasiswa”, “Islam”, dan “Indonesia”. Makna “Pergerakan” yang dikandung dalam PMII adalah dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan kontribusi positif pada alam sekitarnya. “Pergerakan” dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi Ketuhanan dan kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam kualitas kekhalifahannya.

Pengertian “Mahasiswa” adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan dinamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari identitas mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan, dan tanggung jawab individual baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan negara. “Islam” yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama yang dipahami dengan haluan/paradigma ahlussunah waljama’ah yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran agama Islam secara proporsional antara iman, islam, dan ikhsan yang di dalam pola pikir, pola sikap, dan pola perilakunya tercermin sikap-sikap selektif, akomodatif, dan integratif.

Islam terbuka, progresif, dan transformatif demikian platform PMII, yaitu Islam yang terbuka, menerima dan menghargai segala bentuk perbedaan. Keberbedaan adalah sebuah rahmat, karena dengan perbedaan itulah kita dapat saling berdialog antara satu dengan yang lainnya demi mewujudkan tatanan yang demokratis dan beradab (civilized). Sedangkan pengertian “Indonesia” yang terkandung di dalam PMII adalah masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang mempunyai falsafah dan ideologi bangsa (Pancasila) serta UUD 1945 dengan kesadaran kesatuan dan keutuhan bangsa dan negara yang terbentang dari Sabang sampai Merauke yang diikat dengan kesadaran wawasan nusantara.

Sebagai sebuah organisasi islam, PMII berpandangan bahwa nilai-nilai keislaman (religionitas) dan keindonesiaan (nation state) merupakan perwujudan kesadaran seagai insan muslim Indonesia. Sedangkan kerangka keagamaan berdasarkan atas nilai keadilan, kebenaran, toleransi, moderat dan kemanusiaan. PMII  dirancang sebagai organ/instrumen perubahan sosial (social change). Secara individual, PMII menawarkan Liberasi dari segala hegemoni dan dominasi ideologi, Ide maupun gagasan. Secara kelembagaan, PMII adalah barisan intelektual muda yang menawarkan beragam format gerakan mulai dari keislaman, kebudayaan pers, wacana, ekonomi, hingga gerakan massa. PMII cukup mewadahi pluralitas potensi, minat dan kecenderungan otentitas individu. Ingat, masuk menjadi anggota PMII harus dilatarbelakangi dengan sebuah kesadaran sosial dan bukan sekedar untuk membunuh waktu.